Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Senin, 22 April 2013

MP-PBB, MITRA PENGELOLA PBB SETU BABAKAN

Logo MP-PBB


Tahukah kita bahwa saat ini sudah terbentuk lembaga swadaya masyarakat Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) Setu Babakan. Bahkan pada Mei tahun ini, usinya sudah mencapai dua tahun.


“Bayi” ini memang belum banyak berbuat. Namun bisa dipastikan bahwa ia memiliki niat dan komitmen memajukan perannya dalam menjaga dan melestarikan budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan.


Karena itu MP-PBB terus melakukan konsolidasi baik internal maupun eksternal agar lebih dikenal masyarakat, khususnya masyarakat Betawi.


Bagi organisasi itu, keterkenalan dan aktualisasi di masyarakat merupakan salah satu masalah yang dihadapi. Lembaga yang berdiri pada 17 Mei 2011 dengan akte-notaris No 4 tahun 2011, bukan hanya menghadapi masyarakat umum, tapi juga khususnya masyarakat Betawi.


MP-PBB didirikan untuk menjadi mitra Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya Betawi (LP-PBB), yang dibentuk berdasarkan Perda No.3/2005 pasal 11.  Pengurus LP-PBB terdiri dari unsur masyarakat dan instansi di lingkungan Pemda DKI dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan atau stakeholder.


Mengenai Perkampungan Budaya Betawi (PBB), perkampungan itu dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.92 Tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi Di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan.


PBB Setu Babakan merupakan kawasan dengan luas sekitar 289 hektare yang merupakan wilayah pelestarian alam lingkungan ekosistem serta seni budaya tradisional masyarakat Betawi dengan tidak menghambat perkembangan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.


Kehadirannya di tengah hiruk pikuk kota Jakarta kian terasa istimewa karena perkampungan ini memiliki beragam fungsi yang tidak saja sebagai sarana pariwisata, juga sebagai sarana seni dan budaya, informasi serta penelitian.


Pertanyaan yang berkaitan dengan PBB Setu Babakan adalah, akankah sejarah gagalnya pembentukan cagar budaya Condet terulang lagi? dan masyarakat Betawi beserta budayanya akan menjadi sekedar aksesoris dan komoditas?  Ataukah, PBB dapat berperan sebagai "palang pintu terakhir" bagi eksistensi budaya dan masyarakat Betawi di Ibukota Negara ini?


Dengan adanya tokoh-tokoh masyarakat di balik pembentukan MP-PBB itu, masalah eksistensi dan aktualisasi organisasi seharusnya sudah selesai. Namun, ternyata upaya lebih keras masih harus dilakukan agar keberadaan organisasi dan tujuan organisasi itu diketahui oleh masyarakat.


Bagi pengurus MP-PBB, upaya menggugah kesadaran mayarakat Jakarta, khususnya Betawi untuk menunjukkan eksistensi dan aktualisasi MP-PBB dalam menjaga dan melestarikan budaya Betawi di Setu Babakan, sudah sering dilakukan.


MP-PBB juga sudah memastikan bahwa wadah tersebut bukan buat "ngebanyakin" apalagi "nyaingin" lembaga-lembaga kebetawian lainnya. Lembaga itu akan lebih berperan sebagai mitra dialog Pemda, DPRD dan bersinergi dengan semua lembaga yang sudah ada. Wadah ini terbuka lebar bagi yang peduli, buat menjaga, memelihara dan mengembangkan kekayaan budaya ini di tanah  leluhurnya sendiri.


Tentang LP-PBB, kendati Gubernur DKI Jakarta telah membentuknya melalui peraturannya, namun kewenangan yang dimiliki oleh lembaga untuk mengelola dan menata kawasan masih serba terbatas seiring dengan tumpang tindih dan banyaknya pemangku kepentingan baik di internal Pemda maupun instansi terkait.


Belum lagi masalah perluasan lahan untuk kegiatan berkesenian, akses jalan dan perparkiran yang tidak memadai serta infrastruktur lainnya.


Berangkat dari pemikiran itu, muncul gagasan untuk membentuk forum yang diharapkan berfungsi sebagai mitra lembaga pengelola, mitra Pemprov DKI serta instansi terkait lainnya dalam upaya melestarikan budaya Betawi dan lingkungan hidup yang asri.


Maka pada 17 Mei 2011, dengan didukung oleh tokoh-tokoh betawi yang  concern, di Setu Babakan dideklarasikan berdirinya MP-PBB. Dalam perjalanannya, wadah ini kemudian menjelma menjadi LSM MP-PBB dengan akta notaris No.4 tahun 2011.


Berkaitan dengan pelestarian dan pengembangan budaya Betawi, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sendiri sudah menunjukkan komitmennya.


Komitmen itu sepertinya menjawab keresahan di sebagian tokoh dan masyarakat Betawi, yang merupakan "tuan rumah" di Kota Metropolitan, atas minimnya ruang dan lokasi bagi orang Betawi dalam menancapkan eksistensinya di Ibu Kota, khususnya dalam berkebudayaan.


Sementara budayawan Betawi Ridwan Saidi pernah mengatakan bahwa pelestarian komunitas Betawi harus menjadi agenda penting dalam pembangunan ibukota Jakarta guna membantu orang Betawi melestarikan budayanya.


Kini MP-PBB memasuki usia dua tahun. "Bayi" itu masih memerlukan dukungan dan perhatian masyakat, khususnya masyarakat Betawi.

Dengan adanya perhatian itu, diharapkan keberadaan “bayi” tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat. Dan dengan bantuan masyarakat, tekad lembaga itu untuk membantu menjaga dan melestarikan budaya Betawi bisa terwujud.(ab)
 

1 komentar:

  1. Misi bang,numpang tanya.. kalo LP-PBB itu termasuk swasta, negeri, atau LSM ya?

    BalasHapus